Setelah                 beberapa tahun ini mengolah sampah, walaupun belum sampai skala yang                 besar, tetapi bukan pula skala RT atau skala rumahan. Persoalannya                 merupakan simulasi riil untuk skala pengolahan sampah yang lebih luas                 dan komplek. Banyak peluang usaha dan secara bersamaan banyak pula                 masalah yang timbul dalam pengelolaan tersebut.
               
                Jadi, di dunia sampah ini saya jadi bisa lebih sabar lagi karena                 akhirnya ketika banyak mengikuti seminar dimana-mana yang berbiaya                 mahal, akhirnya saya banyak melihat lelucon ini. Coba bayangkan, yang                 banyak bicara dan protes seumur-umur belum pernah pegang-pegang sampah,                 dan kalau pergi ke tempat sampah masih memegang hidung dengan tissue                 basah berlapis-lapis.
               
                Sudahlah jangan lagi berwacana!!! langsung dikerjakan saja, diurus                 sampahnya dengan keyakinan sendiri-sendiri, yang penting hasil akhirnya                 harus sesuai dengan UU Sampah yang masih "gres" disahkan pertengahan                 tahun 2008. Semua yang berbasis teori dengan segala literaturnya                 baik-baik semua, dan kalau saya diminta komentarnya semuanya baik-baik                 saja. Yang penting jangan menentang hukum alam, termasuk hukum ekonomi.                 Walaupun hasilnya baik untuk semua kepentingan tetapi ongkosnya jangan                 lebih mahal dari income atau manfaat yang dihasilkan. Kalau tidak, maka                 usaha tersebut “tinggal akan menunggu waktu“.
               
                Saya bekerja dengan sampah berskala 3000 KK di Kelurahan Jatimurni -                 Bekasi dimana kami tinggal, meliputi puluhan RT, beberapa RW dan di 2                 kelurahan. Dan dalam kurun waktu hanya 2 tahun saja sudah banyak                 mengundang orang untuk penasaran dengan berbagai agenda, seperti Metro                 TV, Trans TV, Daai TV, Al-Jazeera, majalah SWA, Trust, Kompas serta                 Warta Ekonomi telah datang untuk meliput. Keuntungan secara finansial                 memang belum banyak, tetapi untuk merubah ”Mind Set“                 berbagai pihak seperti cukup mengena. Persoalan sampah saya pikir bukan                 sampahnya atau institusinya ataupun namanya, tetapi lebih pada masalah                 apresiasi manusia terhadap niat “mau menangani atau terserah“.
               
                Jadi persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan spanduk atau                 berlari-larian dan teriak-teriak biar disorot TV. Tetapi harus terjun                 langsung, studi banding dan diskusi dengan berbagai pihak, karena                 setiap tempat atau lokasi tidak bisa digeneralisasi, harus dibuat                 perencanaan dan simulasi yang menguntungkan setiap pihak. Saya siap                 diskusi membantu Anda….
               
                Di setiap seminar yang saya diundang, akhirnya sekali lagi saya hanya                 menjadi pendengar, sambil tertawa cengar-cengir sendiri. Apalagi yang                 harus saya tanyakan, yang hadir semuanya ahli dengan kompetensinya,                 sedangkan nara sumbernya umumnya juga bingung kalau ditanya lebih                 detailnya. Paradox, tidak fokus, basa-basi, tidak tuntas, debat kusir,                 tambah pengetahuan dan relasi, makan enak, itu mungkin kalau diminta                 kata-kata kunci mengenai diskusi sampah. Padahal dengan klik di                 Internet ribuan web dan situs di seluruh dunia bisa kita pelajari dan                 kemudian diterapkan dengan lebih efisien.
               
                Bisakah anda merasa buang waktu percuma, jika peserta seminar 10 menit bicara, ”manager salah satu retail besar" dengan semangatnya menceritakan “succes story-nya”                 mengganti sebagian kantong kemasan plastik dengan kertas. Dan LSM                 lingkungan yang sangat berapi-api dan teriak-teriak anti plastik,                 karena plastik tidak akan hancur dalam waktu 50 tahun, maka diusulkan                 seluruh pabrik plastik diminta ditutup. Tetapi di sudut yang lain                 produsen daur ulang plastik, merekrut puluhan pemulung, membeli sampah                 hanya untuk menjaga kontinuitas produksinya mendapatkan plastik daur                 ulang.
               
                Yang tidak kalah bingungnya adalah                 lembaga yang mewadahi orang-orang yang bergerak dalam mengolah sampah                 ini, inginnya dapat mengayomi semua pihak. Akan tetapi yang terjadi                 adalah konsensus hambar dan tidak tuntas, malahan kelihatan tidak punya                 taji dalam menyikapi persoalan ini, atau kita harus lebih sabar lagi.                 SAMPAH ini semakin dalam semakin menarik, karena merupakan sektor                 informal yang mampu menghidupi jutaan manusia saat ini, sumber energi                 biomass, sumber pupuk organik dan sumber daur ulang plastik. Sayangnya                 hal ini dibutuhkan tetapi juga dimusihi dimana-mana…
               
                “Bau sampah“                 yaa pasti bau lah. Persoalannya ada dimana-mana, ada di mata, ada di                 hidung dan yang terakhir ada di otak. Dan anda tidak bisa menutupi                 dengan apapun…. Mengolah sampah pakailah hati, open your mind, dan                 jangan dikorupsi, karena sampah akan menelan semuanya.
 
0 komentar:
Posting Komentar